Blog

Inovasi Keuangan Digital Tumbuh Pesat, e-KYC Jadi Strategi Pertumbuhan Perbankan

Jum 22 Januari 2021, telkomtelstra
digital customer engagement

Inovasi layanan finansial secara digital telah tumbuh secara pesat selama beberapa tahun terakhir. Terlebih lagi saat pandemi Covid-19 menyita perhatian secara global. Pembatasan aktivitas fisik dan sosial menjadi kendala layanan finansial secara konvensional, sehingga membutuhkan inovasi dalam bentuk layanan digital.

Inovasi layanan finansial yang tumbuh pesat itu antara lain ditandai dengan menjamurnya kehadiran startup financial technology (fintech) serta berkembangnya layanan digital banking secara umum. Kondisi ini telah diantisipasi regulator antara lain Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang menerapkan smart regulatory approach untuk inovasi layanan finansial secara digital.

Dino Milano Siregar, Direktur Inovasi Digital Finansial Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dalam diskusi bertajuk “Strategi Finansial Services di Era Digital: Optimalisasi Inisiatif Omni-Channel untuk Growth dan Revenue Melalui Platform Digital KYC” yang diselenggarakan secara virtual oleh Telkomtelstra, menjelaskan kebijakan smart regulatory approach diterapkan sebagai jembatan terkait upaya OJK mengatur inovasi finansial secara digital yang tumbuh sangat pesat.

“Fintech kalau diatur secara ketat, dia akan sangat terbatas. Kalau tidak diatur maka dia akan berkembang secara liar. Kami mengatur secara pelan, tapi kemudian berharap seiring dengan bertumbuhnya itu maka keamanan bertransaksi dengan pengembangan pelayanannya juga bisa berkembang semakin baik,” jelasnya.

Dino menilai pertumbuhan pesat inovasi layanan finansial secara digital dipengaruhi adanya kesenjangan finansial (financial gap) yang terjadi di Indonesia sebesar US$ 165 miliar, karena belum mampu tersentuh dukungan pembiayaan dari perbankan maupun lembaga keuangan konvensional lainnya.

“Potensi di Indonesia memang luar biasa, dengan peringkat 16 ekonomi terbesar secara global, dan ada kurang lebih 175 juta pengguna internet saat ini. Kemudian, ada financing gap sebesar US$ 165 miliar yang memang perlu kita sentuh, supaya ini bisa masuk menjadi suatu benefit buat negara kita,” ujarnya.

Besarnya financial gap, menurut Dino, juga dapat terlihat dari banyaknya usaha mikro kecil menengah (UMKM) yang belum tersentuh dukungan dari lembaga keuangan dan perbankan. “Ada 70% UMKM di negeri ini yang masuk belum tersentuh lembaga keuangan, apalagi digital keuangan. Padahal kurangnya akses kredit dinilai menjadi salah satu kendala utama dalam pertumbuhan UMKM,” jelasnya.

Karena itu, lanjut dia, tidak heran kehadiran fintech berkembang sangat pesat. “Fintech bisa menjadi solusi untuk mengisi kesenjangan pembiayaan, karena lebih hemat biaya dan saluran yang efisien untuk menjangkau jarak jauh komunitas yang tidak terlayani oleh tradisional lembaga keuangan,” ujarnya.

Menurut dia, OJK telah mengidentifikasi sekitar 84 jenis inovasi keuangan digital yang terbagi dalam 15 kluster. Sampai saat ini, sudah ada 155 peer to peer lending yang sudah tercatat di OJK, dan 33 di antaranya sudah memiliki izin. Selain itu ada 3 equity crowd funding yang sudah diberi izin oleh OJK. Di sisi lain Bank Indonesia juga mengeluarkan perizinan terhadap 37 fintech yang terkait dengan sistem pembayaran.

Basis Transformasi Digital

Dalam kesempatan yang sama, Agus f Abdillah, Chief Customer Officer Telkomtelstra, menilai pertumbuhan pesat inovasi digital di sektor finansial memang dipengaruhi oleh revolusi industry 4.0. Transformasi digital membuat layanan pelanggan menjadi lebih baik, lebih cepat, dan lebih murah. “Dan menariknya, yang paling banyak mengadopsi teknologi digital ini adalah perbankan dan keuangan digital. Mengapa? Karena saat ini banyak sekali startup baru di bidang keuangan atau diberi nama fintech telah masuk ke teknologi digital,” paparnya.

Agus mengutip survei PWC tahun 2018 terhadap 52 pimpinan perusahaan perbankan di Indonesia dimana 72% dari responden menyatakan bahwa startup fintech menjadi tantangan tersendiri bagi perbankan dan lembaga keuangan konvensional. “Dengan jumlah basis pelanggan yang besar, startup fintech bisa masuk sangat cepat dengan industri keuangan untuk transaksi pembayaran. Sebagai startup yang lahirnya dari teknologi digital, fintech bisa dengan sangat cepat memiliki kemampuan membangun super apps yang dilengkapi dengan data analytic, machine learning, dan teknologi lainnya,” paparnya.

Agus menjelaskan ada sejumlah faktor yang mendasari perubahan perilaku konsumen/pelanggan layanan finansial untuk menggunakan layanan digital. Preferensi konsumen/pelanggan itu antara lain terlihat dari sejumlah faktor utama, yakni customer experience yakni bagaimana pelanggan dilayani dengan baik saat pra-pembelian sampai pembelian, dan setelah pembelian, sebagaimana pelanggan biasa dilayani di nondigital. Selain itu, faktor trust (kepercayaan) ini sangat penting dalam membangun hubungan dan juga keterlibatan pelanggan menggunakan layanan tersebut.

“Saat ini pelanggan sangat kompetitif, sehingga kita harus memberikan layanan yang lebih cepat, lebih baik, dan lebih efisien,” ucapnya.

Telkomtelstra telah mengembangkan layanan customer engagement di layanan finansial dan perbankan bekerjasama dengan Oracle, untuk e-KYC (know your costumer). Ada 4 hal utama yang bisa memberikan customer engagement menjadi competitive advantage bagi perbankan dan lembaga keuangan konvensial dalam mengadopsi layanan digital seperti e-KYC. Keempat hal utama itu adalah proactive engagement, seamless experience, contextual assistance, dan cloud agility.

“Makin banyak saat ini perbankan dan lembaga keuangan yang mengadopsi digital engagement menjadi suatu strategi perusahaan untuk melayani perbankan maupun strategi operasi ke depan,” jelasnya.

Inovasi e-KYC

Sementara itu, Dora Sunarli, Sales Director PT Oracle Indonesia, menjelaskan pertumbuhan pesat inovasi digital di sektor keuangan dan perbankan telah mendorong perkembangan inovasi E-KYC dari jenis tatap muka kearah digital. Metode KYC tatap muka yang sebelumnya membutuhkan kehadiran secara fisik, proses verifikasi yang lebih lama dan biaya investasi yang lebih besar. Dengan bantuan teknologi digital selain dapat mempercepat proses e-kyc, penyedia jasa keuangan dapat memanfaatkan jaringan internet yang sudah dapat diakses oleh 88% populasi di Indonesia untuk meraih jangkauan yang lebih luas lagi. Strategi digital apabila dapat diterapkan dengan baik dapat membantu industri keuangan dalam mendongkrak persentase penetrasi jumlah pelanggan untuk menggunakan layanan perbankan.

“Jika kita ingin menetapkan target agresif misalnya 1.000 atau 2.000 nasabah baru per hari, maka tantangan ini cocok dengan fully automated yang sangat menekankan kecepatan,” ucapnya. .(*)