Blog

Kesetaraan Gender Dorong Produktivitas dan Pertumbuhan Bisnis

Jum 26 November 2021, telkomtelstra

Laporan dari The Global Gender Gap Index 2020 menempatkan Indonesia pada peringkat 85 dari 153 negara dengan skor 0,70. Angka ini sayangnya tidak mengalami perubahan sejak tahun 2018. Peringkat tersebut masih tertinggal jauh dari negara-negara tetangga, seperti Filipina pada urutan 16, Laos pada urutan 43, Singapura pada urutan 54 dan Thailand pada urutan 75. Sebagai catatan, Filipina secara konsisten mampu menekan ketimpangan gender dengan mengoptimalkan kepemimpinan ekonomi dan politik, bagi perempuan dan laki-laki.

Di sisi lain, peringkat Indonesia berada di atas Vietnam yang duduk pada urutan 87, Brunei Darussalam pada urutan 95, Malaysia pada urutan 104, Myanmar pada urutan 114, dan Timor Leste pada urutan 117. Untuk urusan indeks ketimpangan gender ini, skor Indonesia masih berada di atas Korea Selatan yang bertengger pada angka 108 dan Jepang yang berada pada angka 121. Catatan menarik mengenai Jepang; negara tersebut masih perlu menyelesaikan pekerjaan besar dalam hal pintu masuk bagi keterwakilan politik perempuan.

Secara global, ketimpangan gender merupakan persoalan besar. Laporan dua tahunan tersebut menyatakan bahwa kesetaraan gender mungkin baru akan tercapai 99.5 tahun ke depan. Saat ini, baru 68.6 persen jarak ketimpangan yang baru terpenuhi; dengan kata lain, 31.4 persen lainnya masih menjadi upaya global ke depannya. Pada tahun ke-14 perhitungan indeks ini, potret ketimpangan gender disorot dalam empat dimensi utama: partisipasi dan peluang ekonomi, tingkat pendidikan, kesehatan dan harapan hidup dan pemberdayaan politik.

Deretan angka-angka di atas, pada dasarnya menunjukkan bahwa pekerjaan rumah Indonesia untuk mengentaskan ketimpangan gender masih besar. Angka 0,70 menunjukkan bahwa masih terdapat 0,30 atau 30 persen dari berbagai pekerjaan rumah yang terkait dengan empat dimensi di atas. Tentunya, catatan-catatan tentang upaya menentang ketimpangan gender di Indonesia perlu diupayakan oleh berbagai pihak.

Dan ini memang tidak mudah. Tak bisa dipungkiri bahwa perjuangan untuk mempertahankan kesetaraan gender di Indonesia merupakan suatu perjuangan yang masih panjang. Sebuah studi menunjukan bahwa perempuan terhalang oleh berbagai hal, mulai dari keluarga hingga norma budaya.

Padahal, studi menunjukan, jika perekonomian memberikan kesempatan yang sama kepada perempuan dan laki-laki, maka perekonomian akan mendapatkan keuntungan dalam produktivitas yang lebih tinggi dan kualitas yang lebih baik, bahkan bisa mencapai Rp 28 triliun atau 26 persen dari GDP dunia.

Beberapa waktu lalu saya berkesempatan menjadi Panelis dalam acara diskusi bertajuk “Investor Relations: The Real Value of Gender Equality” yang diselenggarakan oleh IBCWE (Indonesian Business Coalition for Women’s Empowerment) dan ILO (International Labour Organization). Pada kesempatan itu, saya menjelaskan bagaimana peran Digiserve dalam mendukung kesetaraan gender, terutama setelah masa transisi di perusahaan.

Digiserve melihat bahwa pemerintah semakin menunjukkan dukungannya untuk mewujudkan kesetaraan gender di berbagai bidang. Di berbagai industri, pemerintah makin menggalakkan agar perempuan dan laki-laki dianggap setara. Perusahaan termasuk Digiserve pun mengapresiasi program-program pemerintah yang mulai mendukung pentingnya kesetaraan gender di dalam sebuah organisasi.

Sebagai salah satu perusahaan di industri Science, Technology, Engineering and Mathematic (STEM) yang masih didominasi kaum laki-laki, Digiserve juga masih terkendala pada talent pool. Bukan rahasia umum, jika People merupakan resources yang paling dibutuhkan oleh semua perusahaan. Kehilangan talent yang berpotensi di posisi dan divisi strategis, sungguh merupakan malapetaka bagi perusahaan, apalagi jika terkait dengan isu gender.

Saat ini, diperkirakan hanya 20% perempuan di dunia yang memilih bekerja dalam bidang industri STEM. Ini berarti, hanya ada 1 perempuan dari 5 pekerja profesional di industri STEM. Bukan itu saja, ternyata di dunia ini hanya ada 3 perempuan dari 10 peneliti yang bekerja pada industri sains, teknologi dan inovasi. Khusus di Indonesia, keterlibatan perempuan yang bekerja di industri STEM masih terhitung sedikit. Tahun 2017, BPS melansir bahwa hanya ada 37,4% perempuan yang bekerja di sektor formal. Dari angka itu, hanya 30% yang bekerja di industri STEM.

Meski berjalan lambat, karena baru saja berganti ‘brand’ menjadi Digiserve, dukungan terhadap keterwakilan perempuan di dalam perusahaan tetap berjalan. Salah satunya, program pledge for parity yang sudah dirilis sejak 2016. Program ini bertujuan untuk mendukung kesetaraan gender di tempat kerja.

Program tersebut tetap berjalan dengan dibarengi proses awareness terutama kepada shareholders bahwa gender equality dan gender diversity sangat penting serta berkorelasi dengan kinerja perusahaan. Langkah ini guna memperoleh komitmen dan dukungan dari top manajemen. Ini merupakan hal yang mutlak dan sangat dibutuhkan untuk membawa perubahan dan hasil yang nyata di dalam perusahaan.

Selain terkendala pada talent pool yang belum banyak pada bidang STEM, kendala lain yang dihadapi oleh Digiserve adalah posisi perempuan di level eksekutif yang juga masih terbatas. Meski begitu selama beberapa tahun terakhir sudah terlihat adanya kemajuan.

Secara keseluruhan, dari program tersebut hingga di akhir 2020, pegawai perempuan di Digiserve telah meningkat menjadi sebanyak 35%. Dari yang sebelumnya 16 persen perempuan di posisi pimpinan dan teknologi. Namun, perjalanan masih panjang untuk mencapai target sekitar 30 sampai 35 persen untuk perempuan berada di posisi pemimpin dan teknologi.

Meski trennya meningkat, tantangan besar untuk meningkatkan talenta perempuan di sejumlah area tertentu masih ada, terutama di bidang teknologi informasi dan produk serta dalam level pimpinan. Di bidang teknis atau teknologi, persentase pegawai perempuan baru mencapai 25% dari target sebesar 30%. Sementara, untuk di level pimpinan (leadership/ management), representasi perempuan masih 23% dari target yang telah ditetapkan sebelumnya yaitu sebesar 30%.

Digiserve melihat tren kesetaraan gender mulai meningkat di beberapa tahun terakhir. Hal ini bisa dilihat dari semakin banyaknya perusahaan yang aware dengan pentingnya gender diversity and inclusion di perusahaan mereka.

Keragaman gender juga dapat memberi sinyal kepada investor bahwa perusahaan dijalankan dengan baik. Di sisi lain, investor juga menghargai ketika perusahaan menggunakan “praktik terbaik” yang diterima secara umum, seperti keragaman gender dalam perekrutan dengan memastikan adanya kandidat perempuan dalam setiap perekrutan yang dilakukan oleh perusahaan. Dengan dilakukannya hal itu dapat menunjukkan bahwa semua orang memiliki kualitas yang sama.

Saat ini, mulai muncul sikap dimana para calon investor akan menanyakan program-program apa saja yang berkaitan dengan Sustainable Development Goals (SDGs) di sebuah perusahaan. Seperti diketahui bahwa pemberdayaan perempuan juga menjadi fokus di SDGs, dan tentu saja itu menjadi elemen yang kuat untuk memikat investor.

Bahkan menjadi nilai yang akan meningkatkan corporate branding sebuah perusahaan. Saat ini talent-talent, public stakeholders akan menambahkan apresiasi kepada perusahaan yang memiliki program-program kesetaraan.

Melihat fenomena tersebut, meski tidak ada kewajiban, namun setiap kegiatan yang berkaitan dengan kesetaraan gender kini akan dimasukkan dalam laporan Digiserve, baik kuartal maupun tahunan. Laporan tersebut berisi capaian dan target tersebut ditujukan kepada Dewan Direksi dan Dewan Komisaris, dan hal ini juga merupakan komitmen dari manajemen terkait isu gender. Sekaligus bentuk apresiasi manajemen yang mendukung kesetaraan gender yang telah diimplementasikan melalui berbagai program. “There is value for gender diversity. Really important for all stakeholders including investment”.