Blog

Riset ILO: 77% Perusahaan di Indonesia Melaporkan Inisiatif Kesetaraan Gender Dorong Inovasi dan Produktivitas, Bagaimana di Industri IT?

Jum 11 September 2020, Ernest Hutagalung
Ernest Hutagalung

Problematika kesetaraan gender di dunia kerja mulai mendapat perhatian khusus korporasi secara global, termasuk di Indonesia. Promosi gencar terkait inisiatif kesetaraan gender di dalam organisasi berhasil mengubah prioritas kebijakan perusahaan saat ini. Semakin hari semakin banyak perusahaan yang sadar dengan prioritas kesetaraan gender untuk mendorong inklusivitas, sekaligus meningkatkan produktivitas, profitabilitas, serta kepuasan pelanggan.

Hasil laporan penelitian Organisasi Buruh Internasional (ILO) bertajuk “Melangkah Menuju Keberhasilan: Keberhasilan Bisnis untuk Perempuan dalam Bisnis dan Manajemen di Indonesia”[i] mengungkap bahwa perusahaan-perusahaan di Indonesia melaporkan hasil bisnis yang lebih baik seiring dengan meningkatnya inisiatif kesetaraan gender.

Dalam laporan tersebut terungkap sekitar 77 persen dari 400 perusahaan Indonesia yang mengikuti survei menikmati manfaat keberagaman gender dalam usaha mereka. Sebanyak 66 persen responden melaporkan peningkatan laba dan produktivitas serta kreativitas, inovasi, dan keterbukaan yang lebih besar, 61 persen menyatakan bertambahnya kemampuan dan mempertahankan bakat, 53 persen melaporkan peningkatan reputasi perusahaan, dan 46 persen menyatakan kemampuan yang lebih baik dalam memenuhi kebutuhan dan keperluan pelanggan.

Perusahaan yang melaporkan adanya profitabilitas yang lebih baik berkat adanya prakarsa keragaman gender mengalami peningkatan laba yang dapat diukur. Dari perusahaan-perusahaan di Indonesia yang melaporkan profitabilitas yang lebih besar, sebanyak 32 persen melaporkan kenaikan laba sebesar 5%-10% dan 10%-15%, serta 18 persen lainnya melaporkan kenaikan laba sebesar 15%-20%.

Laporan penelitian ini dikembangkan melalui upaya bersama antara ILO, Investing Women, Koalisi Bisnis untuk Pemberdayaan Perempuan Indonesia (IBCWE), dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), didanai oleh pemerintah Australia, J.P. Morgan, dan Biro Kegiatan Pengusaha ILO. Laporan yang dirilis Juni 2020 itu dikembangkan berdasarkan Survei Global ILO pada 2019, yang menjangkau 13.000 perusahaan di 70 negara, termasuk 400 perusahaan Indonesia.

Peningkatan kesadaran akan kesetaraan gender yang diungkap laporan penelitian ILO itu cukup menggembirakan. Namun, hasil tersebut masih belum optimal. Terlebih lagi mengingat masih banyak tantangan lain dalam isu kesetaraan gender seputar kultur dan tradisi yang sudah mengakar, bias gender dalam pengupahan, serta dualisme beban pekerja perempuan. Dalam hal partisipasi dan representasi pekerja perempuan di pucuk pimpinan korporasi juga menjadi isu yang cukup menarik untuk dicermati.

Survei perusahaan yang dilakukan ILO menelaah keterwakilan perempuan pada empat tingkat manajerial. Dari perusahaan-perusahaan yang disurvei di Indonesia, sebanyak 61 persen memiliki perempuan pada posisi manajer lini pertama (penyelia), 70 persen memiliki perempuan pada posisi manajer madya, 49 persen memiliki perempuan pada posisi manajer senior, dan hanya 22 persen memiliki perempuan pada posisi pimpinan tinggi (eksekutif puncak).

Relatif rendahnya jumlah representasi perempuan di posisi eksekutif puncak menjadi salah satu masalah yang perlu dibenahi. Selain itu, masalah krusial lainnya terkait isu kesetaraan gender antara lain rendahnya partisipasi perempuan di bidang teknologi informasi, terutama terkait STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics).

Jika ditelusuri lebih dalam, sebenarnya partisipasi siswa perempuan yang belajar di bidang STEM cukup tinggi. Namun, ketika masuk ke lingkungan kerja di bidang IT, partisipasi pekerja perempuan sangat rendah. Hanya 20% perempuan dari total pekerja professional yang bekerja di industri IT. Kondisi ini menimbulkan kesenjangan dan ketidaksetaraan gender antara perempuan dan laki-laki. Kesenjngan itu antara lain terungkap dalam hal perekrutan tenaga kerja untuk “fresh graduate” yang didominasi pria dan juga saat promosi kerja untuk menempati posisi “middle management” dan posisi yang lebih senior lainnya, adanya asumsi bahwa pria lebih cocok untuk bekerja dibidang IT dan untuk posisi senior lainnya sangat merugikan kaum perempuan dan merupakan ancaman terhadap kesetaraan gender di tempat kerja. Kemampauan dalam bekerja haruslah didasarkan atas pencapaian (“performance”) yang nyata bukan berdaarkan jenis kelamin (gender). Ini isu besar yang secara riil kita hadapi sekarang dan korporasi mesti meresponsnya lebih proaktif lagi ke depannya.

Telkomtelstra yang bergerak di sektor IT berinisiatif untuk memberikan kesempatan yang lebih besar kepada perempuan untuk bisa meniti karir di perusahaan dan meminimalkan sebisa mungkin diskriminasi gender yang terjadi ditempat kerja melalui berbagai program. Telkomtelstra membuat beberapa program dan kebijakan tersendiri untuk mendukung kesetaraan gender di tempat kerja.

Pada tahun 2016 Telkomtelstra meluncurkan program pledge for parity, kegiatan ini dirancang untuk memotivasi karyawan secara individu dan Telkomtelstra sebagai satu perusahaan, untuk mengambil langkah nyata dalam mendukung kesetaraan gender di tempat kerja. Adapun garis besar dari 5 program tersebut adalah: memastikan kandidat perempuan selalu disertakan dalam proses wawancara untuk mengisi setiap posisi kunci/senior di perusahaan, meningkatkan jumlah karyawan perempuan di departemen/fungsi dimana presentase kaum perempuan masih sangat kecil dibanding pria, menyediakan fasilitas ruang ibu menyusui di kantor, mengimplementasikan opsi untuk jam kerja yang fleksibel termasuk opsi untuk bekerja dari rumah dan memberikan kebijakan bagi para suami untuk bekerja dari rumah selama 2 minggu untuk memberikan dukungan kepada istri yang baru melahirkan. Dari 5 program besar yang dicanangkan di tahun 2016 tersebut, Telkomtelstra berhasil melaksanakan 4 program dan mencapai target, sedangkan satu lainnya masih dalam proses perbaikan, yaitu untuk meningkatkan presentase perempuan di bagian kerja (departemen/fungsi) seperti departemen IT dan ‘operation and delivery function’.

Mengenai kebijakan waktu kerja yang fleksibel (flexible working hour), para pegawai di Telkomtelstra diharapkan bisa mengatur waktu kerja yang sesuai dengan kebutuhan individu tanpa mengurangi kualitas dari hasil kerja itu sendiri. Pegawai yang datang lebih pagi ke kantor akan bisa pulang lebih cepat atau sebaliknya. Salah satu manfaat dari kebijakan ini untuk pegawai perempuan adalah agar mereka bisa menyesuaikan waktu kerja dengan waktu untuk keluarga. Bagi yang membutuhkan waktu lebih banyak di pagi hari dengan keluarga dan keperluan lainnya, tentunya akan memilih untuk datang ke kekantor lebih lambat tetapi akan pulang ke rumah lebih sore. Atau sebaliknya, bagi pegawai yang ingin menggunakan waktu lebih banyak di sore hari dengan keluaraga akan memilih jam kerja yang lebih pagi. Salah satu bagian dari kebijakan flexible working hour adalah kebijakan bagi karyawan untuk bekerja dari rumah (work from home) dan ini tentunya bisa digunakan dengan mendapatkan terlebih dahulu persetujuan dari line manager masing-masing. Kebijakan ini telah dilakukan sejak tahun 2017 dan sangat membantu karyawan ketika dibutuhkan untuk berada dirumah dan pada saat yang sama masih bisa tetap melakukan pekerjaan sebagaimana yang diharapkan oleh perusahaan. Salah satu manfaat dari kebijakan ini adalah untuk menyamakan level playing field antara pegawai laki-laki dan pegawai perempuan, mengingat dualisme beban perempuan yang kebanyakan dari mereka mesti mengurus keperluan rumah tangga juga sesuai dengan kondisi saat ini di Indonesia. Kebijakan work from home akan dapat membantu pegawai perusahaan  untuk tetap berkarir dan pada saat yang sama melakukan pekerjaan lainnya yang berhubungan degan kehidupan keluarga. Dua kebijakan ini sangat membantu Telkomtelstra saat menghadapi pandemi dari COVID-19. Saat pandemi, 100% staf Telkomtelstra menerapkan work from home dan pada saat ini 80% pekerja di Telkomtelstra masih bekerja dari rumah untuk mengurangi resiko terpapar virus COVID-19.

Sebagaimana diutarakan sebelumnya, presentase dari pekerja perempuan di industri IT kira-kira sebesar 20%. Telkomtelstra di tahun 2016 membuat target dalam kerangka inisiatif kesetaraan gender untuk mencapai presentasi dari pegawai perempuan sebesar 30% dari total pegawai. Saat ini target tersebut telah terlampaui, jumlah pegawai perempuan telah mencapai 35% dari total pegawai. Namun, di departemen IT dan operations jumlah perempuan masih 27% yang mana masih dibawah target yaitu 30% walapun sudah di atas presentasi rata-rata di industri IT yaitu 20%.

Selain kebijakan, Telkomtelstra juga memiliki berbagai program untuk mendukung inisiatif kesetaraan gender. Sebagai contoh, International Women’s Day, Brilliant connected women, White Ribbon Campaign, mentoring session for female employees, Indonesia Women Forum bekerja sama dengan perusahaan multinational lainnya, menjadi member IBCWE, serta menjalin kerjasama yang intens dengan Komnas Perempuan dan juga dengan Telkom university, menandatangani Women Empowerment Principles dengan UN Wowen di 2019, Youth Takeover dan juga menjalin kerjasama dengan Society of Women Engineers . Melalui salah satu program tersebut yaitu Brilliant Connected Women, Telkomtelstra mengundang perempuan yang sukses scara professional, pengusaha dan bidang pekerjaan lainnya untuk datang dan membagikan pengalaman kepada karyawan Telkomtelstra. Mereka membagikan pengalaman mereka sendiri yang diharapkan dapat memberikan inspirasi dan motivasi  kepada pegawai perempuan di Telkomtelstra. Sampai saat ini, sudah ada 30 event yang dilakukan oleh pembicara baik dari dalam maupun luar negeri. Acara berbagi pengalaman tersebut dilakukan melalui video conference bilamana narasumber berada di luar negeri. Tidak hanya itu, pada saat COVID-19 pandemi, acara tetap berlangsung melalui video conference.

Berbagai program dan kebijakan dalam kerangka kesetaraan gender itu didukung sepenuhnya oleh top leaders di Telkomtelstra. Pucuk pimpinan perusahaan menyadari bahwa kesetaraan gender itu bukan hanya isu untuk perempuan saja, tapi menjadi hal yang perlu didukung oleh semua umat manusia. Dengan demikian, dukungan dari laki-laki juga sangat dibutuhkan sekali. Pemerintah, sektor swasta dan publik harus berjuang dan bekerja sama untuk membantu kebijakan dan program dalam kerangka kesetaraan gender di tempat kerja dan peran perempuan untuk memajukan bisnis dan ekonomi di Indonesia (*)


[i] ILO Research Brief bertajuk “Melangkah Menuju Keberhasilan: Keberhasilan Bisnis untuk Perempuan dalam Bisnis dan Manajemen di Indonesia”, Juni 2020.

*Artikel ini ditulis oleh Ernest Hutagalung, Chief Financial Officer – Telkomtelstra